Senin, 28 November 2016

Teknik-Teknik Pembelajaran (SBM)



1. Metode Inkuiri
Metode pembelajaran inkuiri adalah  suatu metode pembelajaran yang menekankan siswa dalam memperoleh informasi dengan cara  proses berpikir logis dan analitis untuk memecahkan suatu masalah.
Dengan pembelajarn metode ini peserta didik akan diasah untuk berfikir secara kritis dan edukatif. Peserta didik diminta untuk mandiri dalam proses pembelajaran dan membangun pengetahuan yang sudah diperolehnya terlebih dahulu. Peran siswa dalam pembelajaran mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Pembelajaran ini merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar,  tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

2. Model Konstruktivisme
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24).
  • Guru perlu mendengarkan secara sungguh-sungguh interpretasi murid terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan dan kebingungan setiap murid.
  • Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas dan juga memberikan penghargaan kepada siswa.
  • Guru perlu menyadari bahwa ketidaktahuan siswa bukanlah suatu hal yang jelek dalam proses belajar, karena “tidak mengerti” merupakan langkah awal untuk memulai.
3. SETS
Definisi SETS menurut the NSTA Position Statement 1990 (dalam Kuswati, 2004:11) adalah memusatkan permasalahan dari dunia nyata yang memiliki komponen Sains dan Teknologi dari perspektif siswa, di dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya siswa diajak untuk menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep dan proses itu pada situasi yang nyata.

Pendekatan SETS/ Saling temas diambil dari konsep pendidikan STM (Sains, Teknologi, dan Masyarakat), pendidikan lingkungan (Environmental Education/EE), dan STL (Science, Technology, Literacy). Dalam pendekatan Salingtemas atau SETS (Science, Environmental, Technology and Society) konsep pendidikan STM atau STL dan EE dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (Depdiknas, 2002:5).
Hubungan Komponen SETS
Urutan ringkasan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Pendekatan Salingtemas secara mendasar dapat dinyatakan bahwa melalui pendidikan Salingtemas ini diharapkan agar siswa dapat mengetahui tiap-tiap unsur salingtemas dan juga memahami implikasi antar hubungan elemen-elemen unsur-unsurnya. Selain itu, Salingtemas akan membimbing siswa agar berpikir secara global/ keseluruhan dan bertindak memecahkan masalah lingkungan, baik lingkungan lokal maupun hubungan lingkungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat dan berperan serta dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya (Binadja, 2005:2).

Pengertian tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan dalam Depdiknas (2002:5) bahwa dengan pendekatan Salingtemas/ SETS siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi ini terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pendekatan SETS harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkatan pendidikannya. Isi pendidikan SETS diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.

Sasaran pengajaran SETS adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya.
Bahwa melalui pendekatan SETS, siswa diajak untuk mengenal teknologi, dan menganalisis dampak baik positif maupun negatif dari teknologi tersebut. Pada akhirnya siswa diharapkan mampu menerapkan konsep tenologi dan pengetahuan yang telah didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.

4.  Pemecahan Masalah
Metode Pembelajaran – Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan suatu permasalahan, yang kemudian dicari penyelasainnya dengan dimulai dari mencari data sampai pada kesimpulan. Seperti apa yang ungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain bahwa,
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. (Ibid, h. 91.)
Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam penggunaan metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
  • Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
  • Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
  • Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.
  • Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.
  • Menarik kesimpulan. (Ibid, h. 92.)

`      5. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dalam diskusi terjadi tukar menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.

6. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok – pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas. Tujuan  yang dicapai metode tanya jawab, antara lain : Untuk mengetahui sejauh mana materi pembelajaran telah dikuasai oleh siswa dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami. ( Nana Sudjana. 1989. hal : 78 )

7.     Metode Tugas
            ”Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.”(Ibid, h. 85.)
Jadi, bisa disimpulkan bahwa metode tugas dan resitasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan tugas tertentu kepada siswa untuk dikerjakan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan guru dapat memperdalam materi pelajaran dan dapat pula mengevaluasi materi yang telah dipelajari. Sehingga siswa akan terangsang untuk belajar  aktif baik secara individual maupun kelompok.

8. Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis,empiris, dan terkontrol.
Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah
Metode ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau pemecahannya. Proses berpikir ilmiah dalam metode ilmiah tidak berangkat dari sebuah asumsi, atau simpulan, bukan pula berdasarkan  data atau fakta khusus. Proses berpikir untuk memecahkan masalah lebih berdasar kepada masalah nyata. Untuk memulai suatu metode ilmiah, maka dengan demikian pertama-tama harus dirumuskan masalah apa yang sedang dihadapi dan sedang dicari pemecahannya. Rumusan permasalahan ini akan menuntun proses selanjutnya.
Pada Metode Ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis
Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis dengan bertahap, tidak zig-zag. Proses berpikir yang sistematis ini dimulai dengan kesadaran akan adanya masalah hingga terbentuk sebuah kesimpulan. Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan sesuai langkah-langkah metode ilmiah secara sistematis dan berurutan.
Metode ilmiah didasarkan pada data empiris
Setiap metode ilmiah selalu disandarkan pada data empiris. maksudnya adalah, bahwa masalah yang hendak ditemukan pemecahannya atau jawabannya itu harus tersedia datanya, yang diperoleh dari hasil pengukuran secara objektif. Ada atau tidak tersedia data empiris merupakan salah satu kriteria penting dalam metode ilmiah. Apabila sebuah masalah dirumuskan lalu dikaji tanpa data empiris, maka itu bukanlah sebuah bentuk metode ilmiah.
Pada metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara terkontrol
Di saat melaksanakan metode ilmiah, proses berpikir dilaksanakan secara terkontrol. Maksudnya terkontrol disini adalah, dalam berpikir secara ilmiah itu dilakukan secara sadar dan terjaga, jadi apabila ada orang lain yang juga ingin membuktikan kebenarannya dapat dilakukan seperti apa adanya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak melakukannya dalam keadaan berkhayal atau bermimpi, akan tetapi dilakukan secara sadar dan terkontrol.
Langkah-Langkah Metode Ilmiah
Karena metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah.
  2. Merumuskan hipotesis.
  3. Mengumpulkan data.
  4. Menguji hipotesis.
  5. Merumuskan kesimpulan.

9. Metode Demonstrasi.
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat – alat bantu pengajaran seperti miniatur, gambar, perangkat alat – alat laboratorium dan lain – lain. Akan tetapi, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board, mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan demonstrasi sebagai metode mengajar dimaksudkan bahwa seorang guru, orang luar yang sengaja rninta, atau siswa sekalipun memperlihatkan pada seluruh kelas suatu proses, misalnya bagaimana cara bekerjanya sebuah alat pencuci pakaianyang otomatis.
Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukannya sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Ditinjau dari bukan metode yang dapat diimplementasikan dalam PBM secara independent. Karena ia merupakan alat bantu memperjelas apa-apa yang diuraikan, baik verbal maupun secara tekstual. Jadi, mengajar tertentu seperti metode ceramah.

Ada asumsi psikologis yang melatarbelakangi perlunya penggunaan penggunaan metode demonstrasi dalam PBM, yakni belajar adalah proses melakukan dan mengalami sendiri (learning by doing and eksperience) apa-apa yang dipelajari. Dengan melakukan dan mengalami sendiri, siswa diharapkan dapat menyerap kesan yang mendalam kedalam benaknya.